Posted in OriFiction

고백 (Gobaeg) – Mengaku

고백

Story by : tiara_song

Day Twenty Five
Cr. Flickr Ana Gabriela G.
Day Twenty Five by Anitah

“Aku menyukaimu.”

Ungkap si perempuan bermata bulat pada laki-laki yang sedang duduk di bangku taman sekolah mereka.

Si laki-laki tak menanggapi dan hanya fokus pada buku yang sedang ia baca.

“Ku bilang aku menyukaimu!”

Si perempuan mulai tak sabar. Pengakuannya tidak ditanggapi sama sekali. Padahal untuk mengakui perasaannya perempuan ini bahkan mempertaruhkan persahabatannya yang sudah berlangsung bertahu-tahun lamanya.

“Aku tahu.”

Ucapan si laki-laki membuat mata si perempuan mengerjap.

“Kau tahu?”

Ulang si perempuan sekedar memastikan.

“Ya, aku tahu,” Tegas si laki-laki lalu membuka satu halaman dari buku yang tengah ia baca. “terlihat jelas di matamu.”

Perempuan itu mendengus menatap laki-laki yang acuh itu dengan tatapan tidak percaya.

“Kau tahu, tapi pura-pura tidak tahu?” selidik si perempuan.

“Selain begitu tidak ada yang bisa ku lakukan.”

Si laki-laki menaikkan bahunya, tapi masih belum mengangkat kepalanya untuk menatap si perempuan.

“Kau bilang tidak ada yang bisa kau lakukan?” senyum sinis tersungging di bibir si perempuan. “lucu sekali.”

Cukup lama mereka terdiam, si perempuan masih berdiri mengatur nafasnya sambil sesekali melirik si laki-laki.

Si laki-laki masih tetap anteng dengan buku yang dengan tekun ia baca.

“Sekali saja, apa kau pernah memikirkan perasaanku?”

Tatapan tajam terarah pada laki-laki itu.

“Kalau kau memang mengetahuinya setidaknya berikan aku jawaban. Jangan membuatku hanya melihat ke satu titik. Aku butuh kepastian darimu, akan apa yang harus aku lakukan kedepannya.”

“Kau hanya perlu melakukan seperti biasanya, menjadi sahabatku seperti biasa.”

“Dan melihat para perempuan di sekolah yang setiap hari meminta perhatianmu?” perempuan itu menghela nafas. “kurasa aku tidak bisa melakukannya.” Keluhnya.

“Kenapa tidak bisa?”

“Tentu saja tidak bisa!” Erang perempuan itu tangannya terangkat ke kening.

“Kau..”

Si perempuan mengingat perhatian dari perempuan-perempuan di sekolahnya terhadap laki-laki itu.

“..kalau kau memang menyukai salah satu dari mereka katakan sejujurnya, dan kalau kau sama sekali tidak menyukai mereka kau juga harus mengatakannya. Jangan terus-terusan bersikap dikin dan memberikan harapan palsu.”

“Aku tidak memberikan mereka harapan palsu!” Sangkal si laki-laki. “Mereka sendiri yang mendatangiku dan terus-terusan merecokiku tanpa sempat aku menolaknya.”

Si perempuan memejamkan matanya. Jengah.

“Ya.. baiklah.. baiklah, anggap saja begitu.”

Si perempuan melirik si laki-laki.

“Lalu aku.. kau akan menolakku juga?”

Si laki-laki menghela nafas berat. “Sudah ku bilang, kau hanya perlu melakukan hal-hal seperti biasanya, berada di sekitarku, menjadi sahabatku.”

Si perempan semakin tidak sabar lalu merebut buku si laki-laki membuat si laki laki terusik.

“Kalau kau sedang berbicara, tatap teman bicaramu. Kalau hanya bersikap acuh begitu itu namanya tidak sopan.” Omel si perempuan.

“Hei kembalikan bukuku!”

Perintah si laki-laki membuat si perempuan mendelik.

“Kau memang tidak bisa di beri tahu, tidak punya perasaan!”

Dan dengan sengaja si perempuan menjatuhkan –setengah melempar–  buku yang ia rebut itu ketanah sejurus kemudian ia injak buku itu.

“HEI!”

Laki-laki itu berteriak, wajahnya memerah menahan amarah.

“Aku tidak perduli lagi!” Tantang si perempuan dan memutuskan untuk meninggalkan si laki-laki yang berjongkok memungut bukunya.

Laki-laki itu menepuk-nepuk bukunya membersihkan tanah yang menempel, memandangi sisa jejak sepatu disana.

Menoleh pada jejak-jejak si perempuan yang pergi meninggalkannya.

“Tak bisakah hanya menjadi sabatku?” ia memandangi punggung si perempuan yang semakin menjauh.

“Ku mohon jangan seperti ini, aku juga menyukaimu.”

Replies